KEARIFAN LOKAL DALAM PEMELIHARAAN KEGIATAN

1 Muharam sebagai tahun baru dalam Islam selalu diperingati dengan beragam cara. Tidak terkecuali bagi masyarakat Desa Ibru, Kecamatan Mestong, Kabupaten Muaro Jambi.
Namun, ada yang sedikit berbeda dari perayaan di tahun-tahun sebelumnya, sejak dibangunnya pipanisasi air bersih melalui dana BLM PNPM-MPd tahun 2008 perayaan 1 Muharam atau yang oleh masyarakat setempat disebut juga dengan 1 Suro ada ritual khusus yang dilaksanakan. Tidak lain, ritual ini dilaksanakan oleh masyarakat khusus untuk memeliharaan/pelestarian sumber mata air agar terus mengalir sehingga bisa disalurkan ke rumah masyarakat melalui pipanisasi.

Ritual tersebut dilaksanakan langsung di lokasi sumber mata air dengan menyembelih 1 ekor kambing. Selanjutnya dimasak secara bersama-sama dirumah salah satu warga. Dalam proses memasak juga tidak sembarangan ada pantangan tertentu yang tidak boleh dilanggar, dimana selama proses memasak kambing persembahan tersebut tidak boleh ada seorangpun yang diperkenankan untuk mencicipi/merasa hasil masakan. Sehingga apapun rasa dari kambing persembahan yang dimasak tersebut itulah yang akan disajikan dan dimakan bersama-sama oleh masyarakat. Setelah semua proses memasak selesai, masyarakat berkumpul kembali di lokasi pipanisasi untuk selanjutnya bersama-sama membacakan zikir dan doa kemudian dilanjutkan dengan makan bersama. 

Salah seorang tokoh masyarakat yang juga menjadi pelopor dari kegiatan tersebut pak Kodri mengatakan bahwa kegiatan tersebut rutin dilaksanakan setiap tanggal 1 Muharam, yang tujuan utamanya adalah sebagai salah satu bentuk ungkapan rasa terima kasih kepada alam yang telah menyediakan sumber mata air bagi masyarakat desa setempat. Terlebih dari pada itu, kegiatan dilaksanakan juga sebagai salah satu bentuk penyadaran kepada masyarakat tentang arti pentingnya menjaga sumber mata air. ritual pemotongan kambing tersebut diharapkan akan menumbuhkan pemikiran dimasyarakat bahwa lokasi sumber air yang ada didesa mereka itu merupakan wilayah yang sakral sehingga siapapun orangnya pasti akan takut untuk mengganggu/merusak lokasi disekitar sumber air itu.

“Air merupakan sumber kehidupan. Jadi, sudah sepantasnya masyarakat bersyukur karena desa kami diberikan sumber mata air yang murni dan tidak pernah kering dalam kondisi apapun. Jadi dalam rangka itulah sejak dibangunnya pipanisasi dari PNPM-MPd tahun 2008 lalu kami selalu melaksanakan acara setiap 1 suro. Saya pribadi meyakini lokasi sumber air dimanapun itu adalah tempat yang sakral. Jadi kesakralan itulah yang harus di jaga dan ditanamkan pada setiap masyarakat. Kalau tidak, bisa saja mata air yang ada sekarang ini tidak akan mengeluarkan airnya lagi karena masyarakat dengan seenaknya mengambil air tanpa memperhatikan kebersihan dan tidak mau menjaganya”. Ujar pak kodri yang juga akrab disapa Mbah Wiro ini.

upaya ini rupanya disambut positif masyarakat setempat dengan secara suka rela mengumpulkan dana bagi berlangsungnya acara tersebut, seperti untuk membeli kambing. Namun, sejak pengelolaan pipanisasi sudah menghasilkan pendapatan bagi desa, iuran dari warga tidak dilakukan lagi melainkan sudah dialokasikan dari dana pengelolaan pipanisasi itu sendiri.
Ritual ini nampaknya cukup berhasil, hal ini bisa dilihat dari masih beroperasinya pipanisasi dalam mengalirkan air ke rumah-rumah masyarakat dari tahun 2008 hingga saat sekarang ini. Tidak hanya itu, bahkan pipanisasi tersebut cenderung berkembang melayani masyarakat hingga menjangkau desa tetangga. Begitu pula dengan kondisi mata airnya, semakin bertambahnya jumlah rumah yang memanfaatkan air tersebut tidak sedikitpun sumber mata airnya berkurang/ kering. Begitupula dengan areal sumber mata air terlihat dalam kondisi terjaga dan bersih. Selalu ada masyarakat yang secara suka rela untuk membersihkan lokasi sumber air jika sudah ditumbuhi rumput. (FK mestong)

0 komentar: