DILEMA SANKSI MAD
Entah siapa dan sejak kapan sanksi MAD tentang black list terhadap desa yang menghadapi masalah khususnya tunggakan SPP dimulai. Yang jelas, hampir semua kecamatan lokasi PNPM mandiri Pedesaan menerapkan sanksi tersebut. Walaupun pada dasarnya sanksi MAD tersebut merupakan sanksi lokal yang tidak harus berlaku sama disetiap kecamatan.
Bukan persoalan salah atau benar, apalagi memvonis telah terjadi salah asuhan. Tapi sadar atau tidak sanksi itu muncul setidaknya melalui fasilitasi dari berbagai pihak khususnya fasilitator yang pada awal-awal merintis berjalannya PNPM Mandiri Pedesaan di satu kecamatan. Hingga bertahun-tahun sanksi itu berlaku, disatu sisi memang bisa dikatakan sanksi itu relatif cukup efektif setidaknya dalam upaya menyelesaikan permasalah tunggakan SPP disuatu desa.
Tapi menjadi pertanyaan besarnya adalah, benarkah selesainya tunggakan SPP menjadi satu-satunya indikator keberhasilan? Jika jawabannya iya, maka apakah itu bukan suatu upaya yang bersifat seperti pemadam kebakaran bereaksi karena adanya api. Padahal dalam kegiatan pemberdayaan bagaimana proses hingga suatu masalah bisa diselesaikan menjadi nilai-nilai penting. Karena, mungkin sudah sama-sama dipahami bahwa salah satu prinsip PNPM Mandiri Pedesaan adalah Berorientasi Pada Pembangunan Manusia.
Maksudnya agar setiap tahapan/proses dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Pedesaan, sebanyak mungkin masyarakat harus terlibat agar bisa belajar dan mengambil hikmah. Sehingga, dana yang dikelola dalam PNPM Mandiri Pedesaan baik itu digunakan untuk membangun sarana prasarana maupun dana perguliran, bisa dipahami hanyalah alat untuk menstimulasi/menggerakkan setiap potensi yang ada di masyarakat.
Mari kita amati bagaimana sanksi MAD tersebut berjalan dilapangan. Bagi desa yang entah kepala desa atau desanya dalam kondisi mapan terutama dalam hal finansial. Sanksi MAD selalu bisa dilewati karena tunggakan bisa langsung ditutupi dengan dana yang ada tanpa melibatkan kelompok yang awalnya bermasalah. Tunggakan di UPK dinyatakan selesai dan desa mendapat tiket untuk ikut dalam MAD prioritas Usulan.
Namun, malang bagi desa yang dalam kondisi serba terbatas jangankan untuk menutup masalah tunggakan SPP, untuk transportasi ke kecamatan guna mengikuti MAD saja desa kesulitan dan tidak jarang harus ngutang. Sehingga saat desanya di black list tim enam desanya harus rela pulang lebih awal karena tidak bisa ikut dalam prioritas usulan walaupun usulan desanya merupakan usulan yang menurut tim verifikasi benar-benar berkualitas dan diperkirakan bisa membawa dampak besar bagi peningkatan ekonomi masyarakatnya.
Ironi memang, disatu sisi ada sanksi MAD yang harus dengan ketat diterapkan karena sudah terpatri dalam setiap pemikiran masyarakat, disisi lain jika sanksi itu tetap diberlakukan maka akan terjadi desa yang maju bertambah maju, desa yang terbelakang akan makin terpuruk. Sangat bertentangan kiranya dengan tujuan PNPM Manidiri Pedesaan itu sendiri yang harusnya berorientasi pada masyarakat miskin.
Masih relevankah desa di balck list ?
Jika menilik pada pola penanganan pinjaman bermasalah yang diatur dalam Petunjuk Teknis Operasional (PTO) penjelasan X tentang Pengelolaan Dana Bergulir. Maka, bisa dikatakan tidak ada desa yang boleh di black list dari keikutsertaannya dalam MAD Prioritas Usulan yang dilaksanakan setiap tahun anggaran. Karena, setiap jenis masalah yang terjadi di desa ada langkah-langkah yang bisa ditempuh dalam penyelesaiannya.
Pengertian pinjaman bermasalah sebagaimana dimaksud dalam PTO penjelasan X adalah sebagai berikut :
1. Tunggakan angsuran diatas 3 bulan untuk jadwal pinjaman yang diangsur setiap bulan
2. Tunggakan angsuran diatas 4 bulan untuk jadwal pinjaman yang diangsur per triwulan
3. Tunggakan angsuran diatas 7 bulan untuk jadwal pinjaman yang diangsur per 6 bulan
4. Tunggakan akibat tidak berfungsinya kelompok
Seharusnya, jika dalam satu desa yang mengalami masalah seperti tersebut diatas segera melakukan langkah-langkah penanganan dengan membentuk Tim Penyehat Pinjaman (TP2), karena masalah tersebut sudah masuk dalam kategori kolektibilitas III sehingga tidak bisa ditanggulangi lagi oleh UPK sendiri.
TP2 inilah nantinya yang akan turun ke sumber masalah yang dalam hal ini kelompok SPP guna melakukan identifikasi penyebab masalah sebagai dasar mengambil langkah penyelesaian. Sebaiknya investigasi yang dilakukan oleh TP2 jauh-jauh hari sebelum dilaksanakannya MAD Prioritas Usulan. Sehingga semua permasalahan sudah terselesaikan sehingga sanksi black list terhadap desa bisa dihindari.
Dari data identifikasi yang dikumpulkan oleh TP2 nantinya setidaknya agar berkutat pada penyebab-penyebab sebagaimana dibawah ini :
1. Permasalahan kelembagaan; merupakan masalah yang terjadi karena kurang berfungsinya kelembagaan yang dibangun oleh program seperti pengurus kelompok tidak aktif, Tim Verifikasi yang kurang berfungsi dengan baik sehingga terjadi kelompok fiktif, dan lain-lain.
2. Permasalahan micro-finance; merupakan permasalahan yang berkaitan dengan kondisi keuangan kelompok akibat dari kegagalan usaha.
3. Permasalahan Penyelewengan baik oleh pengurus kelompok ataupun pelaku lain seperti TPK atau pengurus UPK
4. Permasalahan force majeure; yakni masalah yang terjadi karena hal-hal yang tidak direncanakan dan tidak bisa dihindari seperti bencana alam, kematian.
Dari permasalahan yang ada akan menghasilkan pola penanganan yang berbeda pula. Setidaknya ada beberapa pola penanganan yakni restrukturisasi, rescheduling, kompensasi harta, penghapusan pinjaman hingga ke jalur hukum. Nah, ketika TP2 telah melakukan rekomendasi dan forum MAD telah mengambil kata sepakat terhadap rekomendasi TP2, selesailah kiranya permasalahan yang ada setidaknya dari sisi keprograman. Dan sanksi MAD harusnya sudah tidak relevan lagi untuk diterapkan. Tidak terbayangkan juga bila suatu kasus sudah berada di ranah hukum, tapi desa tetap mendapatkan hukuman black list.
Reward and punishment memang sesuatu yang sah-sah saja dalam kegiatan pemberdayaan. Penghargaan, sanjungan,pujian kepada masyarakat yang dengan penuh kesadaran berbuat mengikuti aturan perlu diberikan sebagai suatu bentuk motivasi. Sebaliknya hukuman kepada yang berbuat curang dan bertentangan dengan aturan perlu diberikan sebagai bentuk penyadaran. Tapi, menjadi lucu kiranya bila hukuman diberikan justru kepada orang/pihak yang seharusnya membutuhkan pertolongan atau perlindungan.
Ini menjadi penting kiranya untuk dibahas bersama-sama oleh banyak pihak, agar dipenghujung jalan pelaksanaan PNPM Mandiri Pedesaan ini kita bisa mewariskan nilai-nilai kebaikan di tengah masyarakat. Sehingga, hadirnya PNPM Mandiri Pedesaan bisa benar-benar menjadi solusi bukan malah manambah rumit masalah yang ada di masyarakat. (FK/Mestong)
Bukan persoalan salah atau benar, apalagi memvonis telah terjadi salah asuhan. Tapi sadar atau tidak sanksi itu muncul setidaknya melalui fasilitasi dari berbagai pihak khususnya fasilitator yang pada awal-awal merintis berjalannya PNPM Mandiri Pedesaan di satu kecamatan. Hingga bertahun-tahun sanksi itu berlaku, disatu sisi memang bisa dikatakan sanksi itu relatif cukup efektif setidaknya dalam upaya menyelesaikan permasalah tunggakan SPP disuatu desa.
Tapi menjadi pertanyaan besarnya adalah, benarkah selesainya tunggakan SPP menjadi satu-satunya indikator keberhasilan? Jika jawabannya iya, maka apakah itu bukan suatu upaya yang bersifat seperti pemadam kebakaran bereaksi karena adanya api. Padahal dalam kegiatan pemberdayaan bagaimana proses hingga suatu masalah bisa diselesaikan menjadi nilai-nilai penting. Karena, mungkin sudah sama-sama dipahami bahwa salah satu prinsip PNPM Mandiri Pedesaan adalah Berorientasi Pada Pembangunan Manusia.
Maksudnya agar setiap tahapan/proses dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Pedesaan, sebanyak mungkin masyarakat harus terlibat agar bisa belajar dan mengambil hikmah. Sehingga, dana yang dikelola dalam PNPM Mandiri Pedesaan baik itu digunakan untuk membangun sarana prasarana maupun dana perguliran, bisa dipahami hanyalah alat untuk menstimulasi/menggerakkan setiap potensi yang ada di masyarakat.
Mari kita amati bagaimana sanksi MAD tersebut berjalan dilapangan. Bagi desa yang entah kepala desa atau desanya dalam kondisi mapan terutama dalam hal finansial. Sanksi MAD selalu bisa dilewati karena tunggakan bisa langsung ditutupi dengan dana yang ada tanpa melibatkan kelompok yang awalnya bermasalah. Tunggakan di UPK dinyatakan selesai dan desa mendapat tiket untuk ikut dalam MAD prioritas Usulan.
Namun, malang bagi desa yang dalam kondisi serba terbatas jangankan untuk menutup masalah tunggakan SPP, untuk transportasi ke kecamatan guna mengikuti MAD saja desa kesulitan dan tidak jarang harus ngutang. Sehingga saat desanya di black list tim enam desanya harus rela pulang lebih awal karena tidak bisa ikut dalam prioritas usulan walaupun usulan desanya merupakan usulan yang menurut tim verifikasi benar-benar berkualitas dan diperkirakan bisa membawa dampak besar bagi peningkatan ekonomi masyarakatnya.
Ironi memang, disatu sisi ada sanksi MAD yang harus dengan ketat diterapkan karena sudah terpatri dalam setiap pemikiran masyarakat, disisi lain jika sanksi itu tetap diberlakukan maka akan terjadi desa yang maju bertambah maju, desa yang terbelakang akan makin terpuruk. Sangat bertentangan kiranya dengan tujuan PNPM Manidiri Pedesaan itu sendiri yang harusnya berorientasi pada masyarakat miskin.
Masih relevankah desa di balck list ?
Jika menilik pada pola penanganan pinjaman bermasalah yang diatur dalam Petunjuk Teknis Operasional (PTO) penjelasan X tentang Pengelolaan Dana Bergulir. Maka, bisa dikatakan tidak ada desa yang boleh di black list dari keikutsertaannya dalam MAD Prioritas Usulan yang dilaksanakan setiap tahun anggaran. Karena, setiap jenis masalah yang terjadi di desa ada langkah-langkah yang bisa ditempuh dalam penyelesaiannya.
Pengertian pinjaman bermasalah sebagaimana dimaksud dalam PTO penjelasan X adalah sebagai berikut :
1. Tunggakan angsuran diatas 3 bulan untuk jadwal pinjaman yang diangsur setiap bulan
2. Tunggakan angsuran diatas 4 bulan untuk jadwal pinjaman yang diangsur per triwulan
3. Tunggakan angsuran diatas 7 bulan untuk jadwal pinjaman yang diangsur per 6 bulan
4. Tunggakan akibat tidak berfungsinya kelompok
Seharusnya, jika dalam satu desa yang mengalami masalah seperti tersebut diatas segera melakukan langkah-langkah penanganan dengan membentuk Tim Penyehat Pinjaman (TP2), karena masalah tersebut sudah masuk dalam kategori kolektibilitas III sehingga tidak bisa ditanggulangi lagi oleh UPK sendiri.
TP2 inilah nantinya yang akan turun ke sumber masalah yang dalam hal ini kelompok SPP guna melakukan identifikasi penyebab masalah sebagai dasar mengambil langkah penyelesaian. Sebaiknya investigasi yang dilakukan oleh TP2 jauh-jauh hari sebelum dilaksanakannya MAD Prioritas Usulan. Sehingga semua permasalahan sudah terselesaikan sehingga sanksi black list terhadap desa bisa dihindari.
Dari data identifikasi yang dikumpulkan oleh TP2 nantinya setidaknya agar berkutat pada penyebab-penyebab sebagaimana dibawah ini :
1. Permasalahan kelembagaan; merupakan masalah yang terjadi karena kurang berfungsinya kelembagaan yang dibangun oleh program seperti pengurus kelompok tidak aktif, Tim Verifikasi yang kurang berfungsi dengan baik sehingga terjadi kelompok fiktif, dan lain-lain.
2. Permasalahan micro-finance; merupakan permasalahan yang berkaitan dengan kondisi keuangan kelompok akibat dari kegagalan usaha.
3. Permasalahan Penyelewengan baik oleh pengurus kelompok ataupun pelaku lain seperti TPK atau pengurus UPK
4. Permasalahan force majeure; yakni masalah yang terjadi karena hal-hal yang tidak direncanakan dan tidak bisa dihindari seperti bencana alam, kematian.
Dari permasalahan yang ada akan menghasilkan pola penanganan yang berbeda pula. Setidaknya ada beberapa pola penanganan yakni restrukturisasi, rescheduling, kompensasi harta, penghapusan pinjaman hingga ke jalur hukum. Nah, ketika TP2 telah melakukan rekomendasi dan forum MAD telah mengambil kata sepakat terhadap rekomendasi TP2, selesailah kiranya permasalahan yang ada setidaknya dari sisi keprograman. Dan sanksi MAD harusnya sudah tidak relevan lagi untuk diterapkan. Tidak terbayangkan juga bila suatu kasus sudah berada di ranah hukum, tapi desa tetap mendapatkan hukuman black list.
Reward and punishment memang sesuatu yang sah-sah saja dalam kegiatan pemberdayaan. Penghargaan, sanjungan,pujian kepada masyarakat yang dengan penuh kesadaran berbuat mengikuti aturan perlu diberikan sebagai suatu bentuk motivasi. Sebaliknya hukuman kepada yang berbuat curang dan bertentangan dengan aturan perlu diberikan sebagai bentuk penyadaran. Tapi, menjadi lucu kiranya bila hukuman diberikan justru kepada orang/pihak yang seharusnya membutuhkan pertolongan atau perlindungan.
Ini menjadi penting kiranya untuk dibahas bersama-sama oleh banyak pihak, agar dipenghujung jalan pelaksanaan PNPM Mandiri Pedesaan ini kita bisa mewariskan nilai-nilai kebaikan di tengah masyarakat. Sehingga, hadirnya PNPM Mandiri Pedesaan bisa benar-benar menjadi solusi bukan malah manambah rumit masalah yang ada di masyarakat. (FK/Mestong)
0 komentar: